Kamis, 26 Januari 2017.
MyNews – Karawang | Pengelolaan
obyek wisata alam di kawasan Gunung Sangga Buana bernasib mirip plesetan ‘sapi
punya susu, lembu punya nama’: antara yang berinvestasi dengan yang memetik untung amat jauh perbedaannya.
Ungkapan itu disampaikan oleh budayawan Sunda dan pemerhati
kepariwisataan Karawang, H. Herman, di markas bisnisnya ‘Saung Beureum’
Rengasdengklok, pekan lalu.
Dia ungkapkan itu karena sejauh ini umum telah mengetahui bahwa pihak
yang menggelontorkan dana untuk mengelokkan Green Canyon adalah Pemprov Jabar,
sedangkan untuk peningkatan badan jalan akses menuju lokasi wisata itu adalah Pemkab
Karawang.
Namun masyarakat umum pun sudah tahu bahwa pengutip dana tiket
pengunjung yang masuk dari gerbang Karawang adalah Perhutani RPH
Cigunungsari-Pangkalan. Sedang yang masuk dari gerbang Bogor dikutip oleh
Karang Taruna Desa Cikutamahi. “Ini aneh, tapi nyata,” kata Herman.
Menanggapi hal itu Kepala RPH Cigunungsari pada BKPH Pangkalan, Hendri
Harianto, membenarkan pihaknya memang menjadi pengelola Destinasi Green Canyon
jauh sebelum Pemprov Jabar maupun Pemkab Karawang membangun sarana fisik
penunjang Green Canyon.
“Kami mengelola obyek wisata tersebut karena keberadaannya di wilayah
hak pengelolaan lahan (HPL) Perhutani,” tandasnya ketika ditemui di kantornya
Rabu kemarin.
Lalu, dia pun memaparkan bahwa sesuai kewenangan yang didelegasikan
kepada pihaknya berdasar perjanjian Perhutani dan Pemda (Jabar dan Karawang) maka
RPH Cigunungsari berani mengutip tamu Green Canyon yang masuk dari gerbang
Karawang Rp 10.000 per-orang. Tarif ‘tiket kuning’ itu sudah termasuk premi
asuransi kecelakaan.
Beda halnya kutipan kepada wisatawan Greean Canyon yang masuk dari
Kabupaten Bogor. Mreka dikenai tarif ‘tiket merah’ Rp 5.000 per-orang, tanpa ada penjaminan
risiko kecelakaan. Pengutipnya adalah Karang Taruna Desa Cikutamahi, Kab.
Bogor.
Kabarnya Kepala Desa Cikutamahi, Odam, menyatakan pemerintahan desa
yang dipimpinnya tak berani mengelola pengutipan itu karena kuatir terjebak
dituding melakukan pungutan liar alias pungli. Tapi hendak melarang pihak
Karang Taruna pun merasa tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“itu pula yang membuat kami jengah,” sambung Kepala RPH Cikutamahi,
Dedi, di kesempatan dan tempat yang berbeda. Namun sesungguhnya, lanjut dia,
akan lebih baik jika pihaknya tertunjuk mendapat pelimpahan wewenang untuk
mengelolanya, sehingga koordinasi dan keseragaman layanan pengunjung Green
Canyon lebih mudah dibangun.
Menurut pantauan harian dalam dua bulan terakhir, tampaklah
bahwa pengunjung Green Canyon pada hari libur khusus (hari raya, tahun baru,
dst) dapat mencapai ribuan orang. Pada hari libur biasa (Sabtu dan Minggu)
sebanyak ratusan orang. Pada hari biasa (Senin-Jum’at) rata-rata kurang dari 100
orang. | ade rosadi – A.06.
Editor : Burhanuddin AR.
Pengunggah :
Mustapid.