AKIBAT ATURAN ‘ABU-ABU’. PELUANG PUNGLI TERBUKA DI KAWASAN OBYEK-OBYEK WISATA GUNUNG SANGGA BUANA - Mustikayasa News

Kamis, 26 Januari 2017

AKIBAT ATURAN ‘ABU-ABU’. PELUANG PUNGLI TERBUKA DI KAWASAN OBYEK-OBYEK WISATA GUNUNG SANGGA BUANA

DIDUGA PRAKTIK PUNGLI: Pengutipan uang terhadap kendaraan bermotor pelintas gerbang masuk Desa Wisata Mekarbuana, Kabupaten Karawang, diduga merupakan salah satu praktik pungutan liar alias pungli di kawasan obyek wisata Gunung Sangga Buana karena belum berijinkan dari dinas terkait. (ade rosadi)
Kamis, 26 Januari 2017.

MyNews – Karawang | Kebijaksanaan berdalih demi kebajikan, bagaimana pun tidak boleh melanggar bahkan melawan ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku. “Negara republik kita ini adalah negara hukum. Maka suatu kebijaksanaan untuk publik wajib taat hukum,” kata Andhika Yudha Adhitya SK, SH., Ketua Lembaga Bantuan Hukum Konsumen Indonesia (LBHKI) Karawang, pagi ini.

Pandangan normatif berlandaskan UUD 1945 itu dia sampaikan sehubungan adanya pengutipan  uang terhadap kendaraan bermotor pelintas gerbang masuk Desa Wisata Mekarbuana yang ada di wilayah belahan selatan Kabupaten Karawang yang oleh banyak kalangan diduga merupakan praktik pungutan liar alias pungli karena belum berijinkan dari dinas terkait.

Terlepas betul atau bukan pungli, lanjut Andhika, sepatutnya pengelola atau pihak yang melahirkan kebijaksanaan pemungutan uang masyarakat tersebut mengurus legalitasnya ke instansi yang berwenang mengeluarkan ijin. “Apa dosanya sich, kita taat hukum? Tidak kan?! Kenapa hari ini mereka masih memilih langkah yang dapat terindikasikan ilegal?” ujar Andhika di kantornya.

Sementara itu Andhika memandang sudah banyak indikasi pungli terjadi di wilayah seputaran destinasi wisata alam kawaasan Gunung Sangga Buana. Misalnya yang terjadi di Desa Mekarbuana, Desa Cikutamahi, dan sebagainya. Umumnya, menurut Andhika, itu karena aturan dari pemerintah tentang pengelolaan lahan kepariwisataan masih bersifat ‘abu-abu’. Bahkan ada daerah yang sama sekali tidak mengaturnya sehingga terkesan lepas dari hukum pemerintah (loose rulership).

Oleh karena itulah dia sangat sepakat dengan pandangan para budayawan Sunda dan pemerhati kepariwisataan Karawang yang meminta segera ada aturan bersama antar kabupaten yang memiliki aset dan akses langsung dengan obyek-obyek wisata kawasan Gunung Sangga Buana.

Dia pun khawatir bahwa pembiaran loose rulership, pembiaran aturan yang bersifat ‘abu-abu’ terhadap pengelolaan lahan obyek wisata jika terus berlanjut maka tidak tertutup kemungkinan jadi ajang mengeruk untung bagi pribadi atau kelompok tertentu secara ilegal. Apalagi, konon, sudah terbetik kabar ada oknum kantor dinas satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) tertentu membebani pengelola kutipan itu ‘wajib setor’ Rp 60 juta setahun yang kabarnya tidak masuk ke kas daerah.

“Kasihan warga masyarakat. Kasihan konsumen obyek wisata. Mereka membayar bagaikan sapi perah saja,” tandasnya.| ade rosadi – A.05.

Editor             : Burhanuddin AR.
Pengunggah       : Mustapid.

Bagikan artikel ini

Artikel Menarik Lainnya

1 komentar