Rabu, 14 Desember 2016.
MyNews – Karawang | Kampung
Gempol di Kecamatan Karawang Barat., Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat,
sampai saat ini selalu dilanda banjir pada setiap datang musim hujan. Dan pada
setiap kebanjiran ada saja pejabat yang meninjau, baik dari jajaran Setda, Kodim,
Polres, DPRD, dan seringnya Camat pun ikut turun mendampingi.
“Baru kali ini saya - setelah dewasa - ngompol di kerumunan orang banyak,” seloroh polisi berpangkat
Komisaris yang iseng nyemplung genangan air sepinggul dari getek (rakit bambu) sewaktu bersama
rombongan menuju kampung yang terkurung banjir. “Wah... Pak Kompol jempol, ngompol di rawa Gempol,” sahut seorang anggota
rombongan.
Kisah tersebut adalah joke
Camat Karawang Barat, Wiwik Krisnawati, pada sela-sela rehat kerja di kantornya
kemarin lusa. Guyonan itu hendak menunjukkan bahwa banjir tahunan di Gempol
bukan saja merupakan derita masyarakat setempat, melainkan pejabat pun turut menghayati
risikonya.
Dulu area pinggiran DAS Citarum di Gempol, hanya merupakan
kawasan serapan air. Maka di sana terhampar rawa-rawa yang luas di beberapa titik.
Ketentuan penataan ruang Karawang yang demikian itu kemudian bergeser. Sebagian
di antaranya telah menjadi area pemukiman yang kini dihuni sekitar 1.200 KK.
Menurut norma kesejahteraan, lanjut camat Wiwik, sebagian besar mereka tergolong pra-sejahtera
alias keluarga miskin; Meski kenyataannya belum atau tidak seluruh diri mereka
mengurus untuk mendapatkan surat keterangan miskin terbitan pemerintah.
Warga Gempol seperti pemuda Danang, ibu Rohmah, dan aki
Dayat yang ketika dipetik pendapatnya menyatakan tak menyoal keluarganya belum
menjadi pemegang surat miskin. Akan tetapi yang lebih mereka harapkan yakni
kampungnya tak lagi jadi pelanggan genangan banjir. “Kapan itu nyata?!,” keluh
Danang.
Sejalan harapan Danang, camat Wiwik usul hendaknya ada
kebijakan penyiasatan dan fasilitasi teknis dari pemerintah atasan, yang bukan
sebatas untuk penanggulangan banjir, melainkan juga untuk pencegahan atau
peniadaan banjir.
Sebelumnya, yakni pada forum kajian sinergitas kebinamargaan
dan pengairan di Hotel Swiss Bel-inn Karawang, Rektor Universitas Buana
Perjuangan (UBP), Dr. Dedi Mulyadi, menyebutkan untuk maksud itu memang perlu
ada kebijakan. Misalnya diwujudkan
berupa pembangunan embung (waduk atau
danau buatan) di daratan atas yang mengirim air ke Sungai Citarum. Selain itu
ada pemasangan permanen mesin-mesin sedot di sekitar lokasi-lokasi rawan bajir
muntahan Sungai Citarum.
Dedi juga menyarankan secara lebih luas bahwa guna mencegah
banjir di Karawang perlu ada upaya-upaya semisal membuat banyak sodetan kali Citarum dengan
pemanfaatannya sebagai tambahan fasilitas daerah irigasi (DI) terutama yang di Karawang bagian utara.|bani albar
Editor : Burhanuddin AR
Pengunggah : Mustapid
